Posted in

Satu Rekening, Dua Wajah (Part 1)

Satu Rekening, Dua Wajah
Satu Rekening, Dua Wajah

Liora adalah pegawai administrasi di sebuah kantor layanan pelanggan sebuah perusahaan swasta. Orangnya sederhana, hemat, dan sangat menghargai arti dari kata “menabung.” Setiap bulan, sebagian gajinya ia sisihkan ke sebuah rekening khusus. ATM-nya pun bukan sembarang ATM—ini adalah kartu tabungan biasa, tanpa mobile banking, tanpa notifikasi SMS. Baginya, itu justru aman, agar godaan belanja tidak begitu besar.

Suatu hari, di akhir bulan, Liora mengajak rekan kerjanya, Tania, untuk menemaninya belanja kebutuhan rumah tangga setelah pulang kerja. Mereka tertawa-tawa di lorong minimarket, saling komentar lucu tentang harga barang yang naik turun. Liora tidak sadar, ketika ia memasukkan PIN ATM di mesin EDC untuk membayar, Tania yang berdiri tepat di sebelahnya melirik cepat ke angka-angka yang ditekan.


Dua minggu berlalu. Liora yang sedang libur tidak merasa curiga apa pun. Ia sibuk dengan tugas rumah, bahkan sempat membantu adiknya mengurus dokumen kampus. Sampai akhirnya hari itu datang. Ia pergi ke ATM untuk menarik uang guna membayar semester kuliahnya—uang yang sudah ia tabung selama tiga bulan terakhir.

Tangannya gemetar saat membaca jumlah saldo: Rp170.000.

Itu tidak mungkin.

Dia ingat betul jumlah yang ia tabung. Tidak pernah ia tarik, bahkan tidak pernah digunakan. Panik dan bingung, ia segera pergi ke kantor cabang Bank Biru terdekat. Di sana, Customer Service menerima keluhannya dengan ramah dan sigap.

“Tenang, Bu. Kita bantu cek transaksinya. Ini kami print ya, riwayat transaksinya,” kata CS itu sambil mencetak lembaran transaksi.
Tertulis jelas: Penarikan tunai Rp2.500.000, dua minggu lalu, di ATM dekat kantor.
Waktu kejadian: pukul 10:15 pagi.

Liora mengernyit. Itu hari liburnya. Dia di rumah. Dia tidak mungkin berada di dekat ATM itu.

See also  Satu Rekening, Dua Wajah (Part 2)

CS pun menelepon layanan pusat dan memberi panduan agar Liora mengajukan investigasi CCTV di kantor cabang utama. Mereka bilang butuh waktu 14 hari kerja. Liora menunggu dengan cemas, tapi juga penuh harap. Di balik rasa kecewa dan bingungnya, ia merasa—ini bukan orang asing. Ini pasti orang dekat.


Hari yang ditunggu pun tiba. Liora menerima email: “CCTV sudah siap untuk ditinjau.”

Ia datang dengan hati penuh harap tapi juga takut—takut apa yang akan ia lihat akan merusak rasa percaya yang selama ini ia jaga. Dan benar saja, begitu rekaman diputar, dunia Liora seperti runtuh. Wajah yang muncul di layar adalah Tania.

Tania, yang ikut marah-marah waktu Liora cerita soal kehilangan uang itu. Tania yang ikut berdoa dan bilang, “Semoga orangnya cepat ketahuan ya, gak punya hati banget dia.”
Dan ternyata, “orangnya” adalah dia sendiri.


Photo by Nathan Dumlao on Unsplash