Posted in

Bangun Dari Tidurmu, Sayang

Bangun Dari Tidurmu, Sayang
Bangun Dari Tidurmu, Sayang

Sudah delapan tahun aku menikah. Tiga anak kami lahir dalam rentang waktu itu, rumah yang kadang ribut oleh suara tangis bayi dan tawa anak-anak, kadang hening oleh tatapan dingin kami berdua.

Sejujurnya, sudah dari lama aku tahu: dia memang punya tabiat selingkuh. Bukan cuma sekali dua kali. Dan bodohnya aku, selalu memaafkan. Alasannya klise: demi anak-anak. Demi keluarga yang utuh, demi wajah-wajah kecil itu yang tak pernah salah.

Tapi di tahun 2020, setelah anak ketiga lahir, rasanya semua mulai jelas. Gelagatnya makin aneh, senyumnya makin tipis buatku, HP-nya makin rapat terkunci. Seakan-akan aku tak lagi punya hak bertanya, apalagi membuka kebenaran yang tersimpan di layar kecil itu.

Sampai akhirnya… Tuhan mungkin bosan lihat aku pura-pura buta.

Satu hari, ada temannya yang DM aku di Instagram. Katanya mau ketemu, ada yang mau disampaikan. Aku undang saja mereka ke rumah. Tak disangka, yang datang lima orang. Dan mereka semua buka suara — tanpa basa-basi.

“Mbak… selama ini kami nggak tega lihat kelakuan dia. Ini foto-fotonya waktu liburan 10 hari sama cewek itu. Waktu anak mbak baru umur empat bulan… dia malah enak-enakan jalan-jalan…”

Duniaku ambruk. Bukan cuma karena mereka bawa bukti foto, tapi karena perempuan itu dengan entengnya pamer liburan mereka di Facebook. Di saat aku berjibaku ganti popok bayi tengah malam, dia sibuk foto-foto di pantai sambil pegangan tangan. Waktu aku tanya perempuan itu lewat chat, dia malah bangga cerita detailnya.

Dan lagi-lagi… demi anak-anak, kami adakan pertemuan keluarga. Duduk bersama. Air mata, janji-janji manis, kata-kata minta maaf, semua diucapkan. Kami sepakat memperbaiki rumah tangga, mulai dari awal. Aku, seperti biasa, memilih memaafkan.

See also  H-1 Bulan Pernikahan

Tapi hanya dua minggu setelah “balikan”, aku sudah dapat kabar dia check-in di hotel. Kali ini aku tidak mau lagi diam. Aku geledah hotel itu malam-malam — dan benar saja. Di sana dia, bersama selingkuhannya. Tapi yang bikin aku ngakak (setelah habis nangis tentunya), selingkuhannya bukan yang kemarin.

Lha?
Ternyata dia punya dua pacar. Dua!

Saat itu juga aku pulang dengan penuh keyakinan: sudah cukup. Kesabaran dan kebodohan punya batas. Aku gugat cerai, dengan kepala tegak. Biarlah aku yang disebut jahat sekarang, karena ternyata selama ini akulah korban sebenarnya. Dia itu rajanya playing victim, selalu bikin aku yang merasa bersalah setiap kali ketahuan. Sekian tahun mental aku rusak gara-gara dia.

Dan lucunya, setelah kami resmi bercerai, dia menikahi selingkuhannya yang aku temuin di hotel itu. Ya sudah, biar saja. Eh, belum lama ini aku dengar kabar… istrinya itu curhat ke kakak ipar. Katanya: “Dia masih aja suka selingkuh sana sini.”

Aku cuma ketawa.

Ya Allah, dari dulu juga dia begitu kok. Dan dalam hati aku cuma bisik:
Kamu aja didapetinnya dari hasil selingkuh, terus kamu berharap dia setia? Bangun dari tidurmu, sayangggg…

Hahahahahahah.


Image by Couleur from Pixabay