Namanya Alya, 21 tahun. Dia punya pasangan, Revan, 27 tahun—bukan suami, belum tunangan, tapi dulu rasanya seperti rumah paling nyaman.
Revan selalu ada. Sesibuk apapun, dia nyempetin waktu. Kadang cuma video call sambil ngeteh sore, kadang sekadar bilang “kamu sudah makan?” tapi dengan nada hangat yang bikin hati Alya penuh. Rasanya, dunia bisa runtuh sekalipun, dia masih punya Revan yang memeluk dengan kata-kata.
Tapi semua itu berubah karena satu hal sepele—setidaknya bagi Alya.
Sore itu, Alya iseng live TikTok bareng teman laki-laki. Nggak ada rasa. Nggak ada maksud. Hanya obrolan santai. Tapi bagi Revan, itu pengkhianatan kecil yang mencabik harga dirinya. Apalagi dia tahunya dari orang lain yang nyeletuk, “Rev, cewekmu kok live sama cowok lain?”
Sejak itu, Revan seperti jadi orang asing. Nada suaranya berubah. Sentuhannya menghilang. Kalimatnya dingin.
Alya sudah minta maaf, berkali-kali, sampai ke titik suaranya bergetar tiap menyebut kata “maaf”. Dia janji nggak akan mengulanginya. Tapi jawaban Revan selalu sama:
“Ya itu resikonya. Salahnya siapa bertingkah aneh-aneh.”
Alya sampai bela-belain pulang kampung demi bisa ketemu Revan. Dia pikir, tatap muka akan mencairkan suasana. Nyatanya, hampir sebulan di rumah, Revan selalu punya alasan untuk tidak bertemu.
“Batas waktunya balikin mood, ya terserah aku,” kata Revan.
“Terus aku harus gimana?” tanya Alya.
“Nggak tahu.”
Sejak itu, setiap langkah Alya seperti berjalan di ranjau. Keluar sebentar isi bensin? Dituduh ngopi sama cowok. Lama balas chat? Dibilang sengaja menghindar.
Alya lelah. Dia bukan tipe yang suka berantem. Dia benci drama. Tapi di hubungan ini, apapun yang dia lakukan seperti selalu salah. Dan parahnya, dia merasa sedang menjaga api cinta sendirian, sementara Revan hanya berdiri jauh, menonton.
Yang aneh, meski hatinya penuh luka, Alya masih memikirkan ulang tahun Revan yang sebentar lagi. Kado sudah siap. Scrapbook berisi potret kenangan sudah tertata. Bahkan dia sudah merancang kejutan kecil.
Tapi satu pertanyaan berputar di kepalanya setiap malam:
“Apakah semua ini masih berarti… atau cuma akan berakhir jadi barang tak dihargai?”
Di ambang itu, Alya berdiri—antara bertahan berharap Revan kembali seperti dulu, atau perlahan belajar melepaskan tanpa penjelasan.