Anton baru saja pulang kerja ketika sebuah kotak besar tiba di rumah.
“Bunda, ini katanya dari teman kantor,” kata Anton sambil meletakkan kotak itu di meja makan.
Bunda, istrinya, membuka kotak itu dengan rasa penasaran. Di dalamnya ada ayam kodok yang sudah matang dan beberapa makanan lain.
“Wah… siapa yang kirim?” tanya Bunda.
“Teman kantor,” jawab Anton singkat, sambil melepas sepatu kerjanya.
Beberapa hari kemudian, Bunda baru tahu siapa pengirimnya. Namanya Nadia, seorang rekan kerja Anton. Perempuan itu sudah menikah dan memiliki dua anak, namun tinggal berjauhan dengan suaminya karena pekerjaan. Dua anaknya tinggal bersama suaminya di kota lain.
Suatu sore, Anton bercerita sambil santai di ruang keluarga.
“Bunda, tahu nggak, waktu itu Nadia bilang dia pernah mematai rumah kita. Katanya cuma penasaran kamu kayak apa,” ujar Anton sambil tertawa kecil.
Bunda terdiam sesaat, menimbang kalimat itu. “Mematai rumah kita?” pikirnya.
Cerita berlanjut.
Pernah dalam satu perjalanan dinas, Anton dan Nadia satu rombongan dengan beberapa rekan kantor. Mereka mampir ke sebuah pusat perbelanjaan. Anton sedang melihat-lihat jaket kulit.
“Aku beliin deh kalau kamu mau,” kata Nadia tiba-tiba.
Anton langsung menolak dengan tegas, “Saya bisa bayar sendiri.”
Ketika Anton menceritakan kejadian itu di rumah, Bunda hanya tersenyum.
“Yah, kamu salah jawab,” kata Bunda sambil menggoda.
“Harusnya kamu bilang gini: ‘Sekalian bayarin yang buat istri saya juga deh.’ Biar adil.”
Anton tertawa keras mendengar celetukan istrinya.
“Kalau gitu, besok-besok kalau ada yang nawarin lagi, Bunda siap ya?” candanya.
“Siap! Asal jangan cuma kamu yang senang, aku juga harus ikut senang,” jawab Bunda sambil tersenyum nakal.
Anton hanya bisa menghela napas, merasa beruntung punya istri yang bisa tetap tenang dan bercanda, walaupun ada “bumbu-bumbu” di luar rumah tangga mereka.
Photo by Kira auf der Heide on Unsplash