Kapan anak boleh punya gadget sendiri– Beda jaman, beda tantangan jadi orang tua. Dulu, ketika masih kecil dan dunia digital belum hadir, salah tiga hal yang membuat orang tua saya (yang notabene generasi Baby Boomers) rungsing adalah anak-anak susah makan, nilai pelajarannya anjlok, atau terlalu lama main di luar rumah. Sekarang, ketika saya (yang notabene generasi Millenial) menjadi orang tua, salah tiga hal yang bikin saya rungsing adalah anak-anak susah makan, nilai pelajarannya anjlok, dan main gadget secara berlebihan.
Nah yang disebut belakangan, saya yakin cukup membuat hampir semua orang tua pusing tujuh keliling. Dan gawatnya lagi kita ga bisa minta pendapat baiknya gimana ke orang tua kita, karena Baby Boomers tidak mengalaminya ketika membesarkan kita dulu.
Bahkan saat ini, konon Baby Boomers, Generasi X, dan Millenial juga memiliki permasalahan yang sama : cemas ketika melihat cucu dan anak seharian megangin gadget. Dan wajar banget kalau mereka cemas; mengingat gadget punya sisi negatif dan positif bagai dua sisi mata uang yang ga bisa dipisahkan. Di sisi positif, gadget memberikan manfaat yang lengkap; mulai dari media belajar yang efektif hingga hiburan yang mumpuni. Namun di sisi lain, efek negatifnya tak kalah mengerikan.
Mengasingkan anak dari gadget pun bukanlah pilihan, karena sama artinya dengan mengasingkan ia dari peradaban. Dus selain mustahil dilakukan, juga kasihan sama anaknya. Kita pun juga ga mau kan ya anak-anak kita menjadi gaptek, tertinggal dari teman-temannya?
Jadi, harus gimana nih sikap orangtua terkait penggunaan gadget untuk anak? terus lagi, kapan sebenarnya waktu yang tepat untuk anak boleh punya gadget sendiri?
Kelas Literasi Digital
Saya yakin, ga cuma saya saja, teman-teman pasti juga memiliki banyak pertanyaan terkait penggunaan gadget oleh anak, bukan? Benang merah yang sama rupanya memantik Sisternet untuk mengadakan Kelas Literasi Digital (KLD) dengan tema : Kapan Anak Boleh Punya Gadget Sendiri?.
Bekerjasama dengan Bloggercrony Community (BCC) sebagai fasilitator, Sisternet mengadakan KLD di Palembang pada Sabtu, tanggal 14 September 2019 di Logo House Fashion Food and Bar Kambang Iwak.
Tapi sampai sini, ada yang belum kenal dengan Sisternet?
Sisternet
Sisternet itu apa? jadi Sisternet merupakan program CSR (Corporate Social Responsibility) pemberdayaan perempuan yang digagas oleh XL Axiata. Sebagai platform digital yang menyentuh kaum perempuan, sisternet membuka wawasan melalui berbagai tema penting bagi perempuan, seperti kewirausahaan dan parenting. Kalau teman-teman ingin tahu lebih jauh mengenai Sisternet dan berbagai kegiatannya, dapat diakses melalui www.sisternet.co.id
Salah satu contoh kegiatan Sisternet adalah KLD yang diadakan di Palembang. Di Kelas Literasi Digital ini, Sisternet memberikan kesempatan kepada sisters di Palembang untuk berdiskusi langsung dengan pakar parenting untuk menjawab tantangan parenting di dunia digital. Jadi, sangat sayang untuk dilewatkan, bukan?
Maka nggak heran, ketika hari pelaksanaan, KLD Sisternet Palembang full house. Peserta datang dari berbagai kalangan. Mulai dari Ibu bekerja (29,5%), Ibu rumah tangga (16,4%), hingga wirausaha dan mahasiswi (54,1%). Peserta juga tidak datang dari Palembang saja, namun juga dari Bangka Selatan, Prabumulih dan Kota Banyuasin.
Lalu siapa saja pembicara di acara KLD Sisternet ini? lanjut terus bacanya, yuk!
Pembicara Kelas Literasi Digital di Palembang
Acara dibuka oleh moderator Mbak Wardah Fajri, Owner dari Digital Kreativ Hub & Pendiri Bloggercrony Community. Bloggercrony Community merupakan fasilitator yang merangkul lintas komunitas di beberapa kota di Indonesia, termasuk Palembang. Dengan dukungan dari BCC Squad dan Blogger Palembang, Bloggercrony menyebarkan informasi kegiatan kepada masyarakat umum serta komunitas, agar memiliki kesempatan untuk belajar dan berdiskusi dalam Kelas Literasi Digital dari Sisternet.
Untuk sesi pertama, pembicara adalah Bapak Ferdinand Oktavian, Head of Sales XL Axiata Greater Palembang. Beliau menjelaskan bagaimana XL Axiata berperan dalam memfasilitasi kebutuhan internet bagi orang tua dan anak. Orangtua juga dapat langsung berperan mengawasi serta membatasi penggunaan internet dengan cara yang mudah melalui pembagian kuota langsung bagi gadget orang tua dan anak.
Sesi kedua, diisi oleh Ibu Astri Mertiana, selaku sisternet Partnership Management XL Axiata. Dalam paparannya, Ibu Astri menyampaikan bahwa sisternet merupakan rumah digital perempuan Indonesia, dimana wanita pada dasarnya suka belajar bersama-sama. Hal ini pula yang melatarbelakangi Sisternet memfasilitasi berbagai literasi digital bagi perempuan, mulai dari kewirausahaan hingga parenting.
Belajar literasi digital bisa dengan dua cara : yaitu dengan cara offline dan online. Secara online, Sisternet memiliki website sisternet.co.id yang menyajikan berbagai postingan yang praktis dan bermanfaat. Bagi sisters yang ingin belajar hal-hal baru dapat mengakses modul pintar dari sisternet di laman https://www.sisternet.co.id/modulpintar
Secara offline, sisters dapat hadir dalam berbagai Kelas Literasi Digital, salah satunya adalah kelas parenting seperti yang diadakan di Palembang. Dalam menjalankan kegiatannya, Sisternet berkolaborasi tidak hanya dengan komunitas, namun juga dengan pemerintah. Seperti di KLD Palembang, dimana Sisternet berkolaborasi dengan Bloggercrony Network.
Sesi ketiga diisi oleh Dosen Psikologi, konselor, praktisi pendidikan & parenting yaitu Mbak Tsurayya Syarif Zain SPdl, SPsi, MA. Dalam awal paparannya Mbak Aya menjelaskan bahwa penetrasi penggunaan di Indonesia telah mencapai angka sebesar 64,8% dari jumlah total populasi penduduk di Indonesia. Dengan durasi penggunaan internet paling dominan adalah selama 3-4 jam sehari.
Yang perlu orangtua antisipasi mengenai penggunaan gadget bagi anak adalah perkembangan media teknologi yang dapat mempengaruhi perkembangan anak, baik secara motorik, kognitif, linguistik (bahasa), perkembangan sosio-emosional dan perkembangan identifikasi gender.
Dalam penggunaannya, gadget bisa memberikan dampak positif yaitu :
- Sebagai media pembelajaran yang efektif
- Memberikan kesempatan bergabung dengan komunitas positif
- Memberikan pengayaan kompetensi dan kreativitas
sedangkan dampak negatifnya yaitu :
- Bingung menentukan identitas diri dan seksual, karena terpapar tayangan yang tidak sesuai umur sejak dini.
- Resiko Cyberbullying, sexting, terpapar pornografi hingga depresi.
- Membahayakan zona privasi.
Peran orang tua saat memberikan gadget pada anak :
- Selalu mengupgrade diri
- Menjadi sosok leader bagi anak
- Selalu mawas diri
- Sebagai role model
- Parenting yang efektif membangun mentalitas dan karakter
Sebaiknya, gadget tidak diberikan pada anak sebelum berusia 18 bulan. Aturan pediatrik Amerika pun menyatakan bahwa penggunaan media sosial untuk anak tidak diperkenankan hingga umur 13 tahun. Riset yang dilakukan Mbak Aya menghasilkan bahwa anak mulai usia 4SD sudah boleh diperkenalkan kepada gadget sebagai bagian dari proses belajar. Jangan lupa diiringi dengan pengawasan dari orang tua, sehingga orang tua dan anak dapat berdiskusi mengenai topik-topik yang ditemui melalui media gadget dan internet.
Sebagai ibu tiga anak yang berusia 10,5 tahun, 6 tahun dan 1 tahun, saya tidak memperkenalkan gadget kepada anak sebelum usianya menginjak 5 tahun. Jadi ya, gadget tidak pernah menjadi obat rewel bagi anak-anak saya ketika mereka balita. Ketika mereka rewel, saya lebih memilih memberikan mainan analog alih-alih gadget. Jadi di rumah kami yang namanya boneka, mobil-mobilan, mainan-mainan dengan bunyi-bunyi sangat dibutuhkan. Saya juga sering membawa mainan anak ketika bepergian. Setelah anak berusia 5 tahun seperti Abang dan Kakak, saya mulai memperkenalkan gadget (yang ternyata setelah ikut kelas ini saya baru sadar kalau masih kecepetan, huhu) Setelahnya, penggunaan gadget kami batasi hanya di hari Sabtu dan Minggu, sedangkan di hari weekdays anak tidak boleh memegang gadget. Gadget kami berikan dengan pencegahan dan pengawasan. Pencegahan dengan cara mengaktifkan fitur parental controls pada beberapa aplikasi, sedangkan pengawasan kami lakukan langsung pada gadget kapan saja diperlukan.
Pada akhirnya, beda orang tua berbeda pula cara parentingnya. Namun yang perlu diperhatikan adalah ada usia-usia minimal untuk anak diperkenalkan kepada gadget. Memperkenalkan bahkan memberikan gadget di usia yang terlalu dini akan mempengaruhi behavior anak secara negatif. Belajar dari pakar parenting seperti di Kelas Literasi Digital Sisternet menjadi sumber pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi kita para orang tua.
Nah kalau teman-teman Bonadapa, bagaimana menyikapi penggunaan gadget untuk anak? adakah cara-cara khusus yang diterapkan? boleh sharing di komentar ya 🙂
2 Komentar. Leave new
Waah keren acara komunitas bloggernya, bermanfaat sekalii..
Emang yaa anak itu kalau masih kecil lebih baik diawasin dulu pemakaian hape nyaa. ?
Betul, karena gadget punya dampak positif dan negatif jadi harus ada pengawasan dari orang tua 🙂