Posted in

Mawar dalam Duka

Mawar dalam Duka
Mawar dalam Duka

Part 1: Mahar dan Luka Lama

Namanya Bagaswara, seorang pria berusia awal 30-an, lulusan S1, punya usaha kecil-kecilan di bidang percetakan. Ia telah lama menyimpan rasa pada seorang perempuan bernama Sekar Bening. Bukan wanita biasa—Sekar adalah janda anak satu, dosen muda, lulusan S3, dari keluarga terpandang. Ia pernah jadi teman kuliah Bagaswara, tapi status sosial mereka membuat Bagaswara selalu merasa minder, apalagi saat tahu Sekar dulu berpacaran dan akhirnya menikah dengan pria kaya bernama Dharma.

Bagaswara menunggu waktu yang tepat. Dan saat ia rasa Sekar mulai terbuka kembali setelah perceraian, ia datang dengan niat serius: melamar.

Namun, sepulang dari pertemuan itu, Bagaswara langsung menelpon sepupunya, Dinda, perempuan yang sudah seperti saudara kandungnya sendiri. Dengan nada kesal, ia mengeluh.

“Mahar seratus juta dan emas lima puluh gram? Gila! Janda beranak aja masih nuntut macam perawan mahal. Sakit kepala gue, Din.”

Dinda diam. Kata-kata itu menyayat hatinya, bukan hanya karena ia perempuan, tapi karena ia tahu betul perjuangan Sekar selama ini.

“Gus, lu sadar gak kalimat lu tuh kasar banget?” ucap Dinda tenang tapi tajam.
“Kalau Sekar denger, bisa bikin dia makin trauma. Lu tahu gak? Nabi Muhammad aja ngasih mahar gede ke Khadijah, padahal Khadijah juga janda beranak. Lu dikasih contoh buat memuliakan wanita, tapi malah ngerendahin.”

Bagaswara hanya terdiam. Tapi Dinda belum selesai.

“Udah. Gak usah lanjut. Gue kenalin Sekar sama dosen gue aja. Dia profesor muda, punya rumah besar, single, dan lagi cari istri. Lebih pantes buat Sekar daripada lu.”

Bagaswara panik. Ia memohon agar Dinda tidak cerita ke Sekar. Tapi Dinda tidak peduli. Ia tahu Sekar tidak layak dipertemukan dengan orang yang tidak menghargainya.

See also  Cinta di Ujung Senja

Dan malam itu juga, Dinda menelpon Sekar dan menceritakan semua kata-kata Bagaswara. Sekar menangis, tapi bukan karena kecewa. Lebih karena merasa dihargai oleh seseorang yang peduli—Dinda.


Part 2: Luka Lama Bernama Dharma

Beberapa tahun sebelumnya, Sekar pernah bersikeras menikahi Dharma, pacarnya yang tajir melintir. Dinda sempat melarang, melihat gelagat buruk Dharma sejak awal. Ia pengangguran, tak mau kerja, hanya mengandalkan warisan. Tapi Sekar tak mau mendengar.

“Lu yakin, Nga?” kata Dinda waktu itu.
“Dia kaya, iya. Tapi gak punya visi hidup. Gak kerja, cuma ongkang-ongkang. Gak punya bisnis, cuma ngandelin rumah, tanah, dan tabungan orang tua. Kalo duit habis, dia punya apa?”

Tapi cinta buta memang tak kenal logika. Sekar menikah dengan mahar megah. Namun, kebahagiaan itu hanya bertahan sebentar.

Selama Sekar hamil, Dharma justru asyik berselingkuh. Bukti-bukti perselingkuhannya terbuka lebar—foto hotel, bukti transfer, bahkan video dari CCTV hotel. Sekar hancur. Ia ingin mengakhiri segalanya, bahkan berniat menggugurkan kandungan. Tapi Dinda dan keluarga Sekar menahannya.

Setelah anak itu lahir, perceraian pun terjadi. Tapi trauma Sekar belum selesai. Ia dilanda baby blues parah.

“Dasar anak setan! Mati aja sana lu!”
Sekar sering berteriak ke bayinya yang wajahnya mengingatkannya pada Dharma. Dinda yang melihat langsung menangis. Tapi ia paham, Sekar sedang berperang dengan dirinya sendiri.

ASI-nya tak keluar. Bayi itu menangis terus. Lalu Dinda mengusulkan hal yang berat namun perlu: menitipkan sang bayi ke ibu susuan.


Part 3: Mawar Kembali Mekar

Anak itu diberi nama Mawar. Ia dibesarkan selama dua tahun oleh tetangga yang baru melahirkan juga. Sekar menjalani pengobatan intensif—psikolog, psikiater, terapi panjang. Dinda setia menemani, bersama kedua orang tua Sekar.

See also  Ikhlas yang Terluka

Hingga pada suatu hari, keajaiban kecil itu datang.

“Ma, Pa… Mawar mana?”
Suara lirih Sekar membuat ruang tamu terdiam. Ibunya langsung memeluknya dan berkata,
“Ada, Sayang. Dia main ke rumah tetangga. Kamu mau temuin dia?”

Sekar hanya mengangguk. Dan sejak hari itu, pelan-pelan, Sekar belajar mencintai kembali. Ia mulai menerima Mawar sebagai bagian utuh dalam hidupnya, meski sesekali masih terlihat sedih menatap wajah anak itu yang sangat mirip Dharma.

Setelah sembuh sepenuhnya, Dinda kembali memberi semangat.

“Nga, lu kuliah lagi. Bikin lu glow up. Naikin value lu. S2, S3, terus jadi dosen. Gym, perawatan, liburan ke Korea kalau perlu. Bikin mantan lu nyesel. Biar dia gak selevel lagi sama lu.”

Sekar mengangguk. Ia bangkit. Ia kuliah. Ia jadi dosen. Dan sekarang, ia mulai membuka hati pada profesor muda yang dikenalkan oleh Dinda.

Dinda hanya berdoa dalam hati—semoga kali ini, Sekar dipertemukan dengan lelaki yang benar-benar tahu cara menghargai perempuan.


Photo by Marcin Krawczyński on Unsplash