Posted in

Rumah di Ujung Jalan

Rumah di Ujung Jalan
Rumah di Ujung Jalan

Malam itu hujan rintik-rintik turun di kampung kecil di ujung kota. Rumah sederhana milik Anton terasa hangat. Di dalam rumah itu hanya ada tiga perempuan: Ibu Ratna (ibunya Anton), serta dua adik perempuannya. Sejak perceraian Ibu Ratna dengan mantan suaminya pada tahun 2013, mereka hidup mandiri. Ibu Ratna bekerja keras menghidupi anak-anaknya, tanpa bergantung pada siapa pun.

Hidup sebagai janda bukan hal mudah. Tapi Ibu Ratna membuktikan dirinya bisa menjadi “wonder woman” — bekerja siang malam, mendidik anak-anaknya hingga mandiri, dan tetap tegar meski banyak orang meremehkannya.

Tiga bulan setelah perceraian sah, tiba-tiba datang sepasang suami-istri ke rumah. Mereka mengaku ingin “merujukkan” Ibu Ratna dengan mantan suaminya. Namun caranya membuat Anton kesal. Mereka datang malam-malam, berbicara dengan nada seakan-akan tahu semua urusan rumah tangga keluarga itu. Anton yang saat itu masih muda hanya bisa memendam amarah.

Dua tahun kemudian, kabar duka datang: istri dari pasangan itu meninggal karena sakit keras yang tak kunjung sembuh, diperparah oleh kondisi ekonomi yang membuatnya kekurangan gizi. Pasangan itu memiliki delapan anak yang masih kecil-kecil.

Anton bisa memahami kesedihan yang dialami si suami. Tapi yang membuat Anton marah, beberapa tahun belakangan si bapak itu — sebut saja namanya Pak Samin — semakin sering datang ke rumah. Bahkan beberapa kali datang malam-malam, di atas jam delapan, sendirian, dan langsung masuk rumah tanpa dipersilakan.

Bagi Anton dan keluarganya, ini sangat tidak sopan. Di rumah mereka semua perempuan. Sudah jadi kebiasaan keluarga itu, jika ada tamu laki-laki datang, mereka temui di teras. Bukan di ruang tamu, apalagi langsung masuk ke rumah.

See also  Bangun Dari Tidurmu, Sayang

Yang membuat Anton makin panas, Pak Samin kini terang-terangan meminta dijodohkan dengan Ibu Ratna. Padahal Ibu Ratna sedang mempertimbangkan hubungan dengan laki-laki lain — seorang duda yang baik, sopan, dan membuatnya merasa dihargai. Setelah 15 tahun menikah dengan suami yang mengecewakan dan 12 tahun menjadi janda yang berjuang sendiri, Ibu Ratna berhak bahagia.

Bagi Anton, Pak Samin sudah kelewatan.

“Kalau memang mau mencari istri, kenapa harus memaksa? Kenapa harus mengganggu hidup orang lain?” gumam Anton dalam hati.

Ia memikirkan banyak hal.

  • Pak Samin punya delapan anak, tapi malah sering keluar malam.
  • Istrinya meninggal karena sakit dan kurang gizi — bukankah seharusnya ia lebih fokus bekerja dan mengurus anak-anaknya?
  • Sikapnya yang beberapa kali ikut campur urusan rumah tangga orang lain membuat Anton semakin ilfeel.

Anton duduk di teras, memandang jalanan kampung yang sepi. Dalam hati ia berjanji: ia akan menjaga ibunya, menjaga rumah itu tetap menjadi tempat yang aman, dan memastikan tidak ada seorang pun yang memaksa masuk ke dalam hidup mereka.

Malam itu, ketika terdengar suara langkah kaki mendekat, Anton berdiri. Hatinya berdegup kencang.

“Kalau dia datang lagi malam-malam begini…” pikir Anton.
Kali ini, ia siap menghadapi Pak Samin.


Photo by guille pozzi on Unsplash