Hipotesis 1 : Uang adalah segalanya
Percakapan tadi pagi dengan seorang calon pegawai yang sedang OJT di kantor, cukup membuat saya tertegun.
“Jadi.. kenapa kog memutuskan resign dari ***?” tanya saya sambil menyebutkan salah satu kantor akuntan publik internasional ternama yang memiliki kantor perwakilan di Jakarta.
Heran, pasti. Tapi mohon maaf atas ke-kepoan saya.
Terlebih yang saya hadapi adalah seorang pemuda yang belum menikah; belum banyak hal yang harus difikirkan mengenai anak atau istri, misalnya. Bekerja di gedung perkantoran paling prestise di Jakarta; di salah satu perwakilan kantor akuntan publik ternama di dunia; dengan digit gaji yang sulit dihabiskan oleh seorang lajang seperti dirinya.
Ia bukan hanya telah berada di Comfort Zone, melainkan Heaven Zone!
Lalu mengapa ia malah memilih resign demi bekerja di lembaga pemerintahan yang gajinya jauh-jauh-jauh di bawah standar gajinya dahulu? apa yang ia kejar?
“Mbak mungkin ga percaya, tapi alasannya sederhana mbak.” Ia menatap saya sambil tersenyum.
Well, try me. Pikir saya.
“Aku terkadang ga tahan mbak, apalagi kalau sedang dikejar deadline kala peak season…bisa ga tidur sampe tiga hari!!’ jawabnya disertai gesture yang kocak.
“Serius??” timpal saya “Sampe bisa ga tidur berhari-hari? Ya tapi kompensasinya kan sebanding dengan pengorbanan ga tidur tiga hari toh…” saya menggodanya
“Hmm..untuk ga tidur tiga hari sih..” sejenak ia berfikir “memang sebanding sih mbak hahaha” ia tertawa lepas.
“Lah. lalu kenapa resign?” itu pertanyaan pokok saya.
Hening sejenak. Ia berfikir, menyusun kata-kata.
Lalu ia menjawab
“It just becoz…I just feel that…I can’t live that way for the rest of my life mbak…no matter how much they pay me.” ia terdiam, lalu kembali menambahkan.
“Intinya Mbak, I need a normal social life! Kehidupan sosial yang normal itu mahal banget harganya kalau aku tetap kerja disana. Dan itu ternyata jadi masalah besar bagi aku. hahaha”
Saya tertawa bersamanya, kehilangan keinginan untuk mengajukan pertanyaan lanjutan.
Because somehow he has made me understand.
Ketika perekonomian dunia digerakkan dengan hitung-hitungan uang harga emas dan uang minyak dunia; Ketika perekonomian dunia menghitung-hitung besar mana uang yang dimiliki antara Tiongkok dan Amerika; Ketika Yunani pernah mengiba-iba agar diberikan uang talangan oleh perkumpulan negara-negara Eropa; Ketika Gayus menggelapkan uang pajak milik rakyat yang disimpannya entah dimana; Ketika semua orang di dunia berfikir bahwa uang adalah segalanya.
Duduk di samping saya, seorang pemuda yang menunjukkan hal yang sebaliknya, ia seolah berteriak tanpa suara : “Man, MONEY IS NOT EVERYTHING, man. IT IS JUST A THING!”
…..
…..
Selanjutnya, kami meneruskan duduk dalam diam.
Rasa naif menjalar, pelan-pelan menghampiri. Terjadi kontradiksi antara kehidupan kapitalis di dunia dan keinginan hati yang murni.
Saya menarik nafas panjang; dan entah bagaimana percaya –
bahwa semua akan baik-baik saja.
Hipotesis 1 : Uang adalah segalanya,
ditolak.
15 Komentar. Leave new
Wah jarang2 ada orang berpikir kaya begitu. Tapi sayangnya pemuda ya, andai itu pemudi yang belum menikah.. *eh
Komen di atas #kode bgt yaaa. Karena andai itu Pemudi yang belum menikah… akan dikasih Mug Cantik oleh Mas Parmanto.. hehehe 😀
Jangankan mug cantik, seperangkat alat shalat cantikpun aku kasih mbak…. *anggapajabukankode 😀
Nah. Aku nyerah kalau begitu. Mari2 yg berminat Hahahaha 😀
Yup setuju mba. Gak bisa diukur dg materi ya mba.. 😀 jadinya Banting stir jd PNS dunk ya… Agak santai sedikit 😀
Dia tipe pemuda yang menghargai waktu untuk diri sendiri dan tidak melulu waktu dihabiskan untuk bekerja Abah. Dan waktu lebih berharga daripada uang menurutnya 🙂
Ibuku ngasih wejangan ke aku juga gitu mbak. Jangan mikirin seberapa besar gajiku kalau besok kerja, yang penting aku nyaman dulu. beban kan kalau kerja gaji gede tapi nggak nyaman? nanti kalau rejeki juga pasti ditempatin ditempat kerja yang uangnya banyak dan bikin nyaman. Yaaaaah, gitusih 😀
Betuuul. Pokoke kenyamanan nomor satu. Buat apa gaji gede tapi ga nyaman. Ibumu keren juga ya Feb 🙂
Ya ampun kaya aku banget ya. Gak terlalu mikirin uang tapi kenyamanan dulu. Apakah dia jodohku? Gak deng bercanda mbaNin hahaha
Ahahaha. Fiuuh. Hampir aja mau ku kenalin Fa. Wakakaa 😀
uang mmg bukan segala nya tp dengan uang bisa membeli segala nya 🙂
Uang memang bukan segalanya (setuju) tapi dengan uang bisa membeli segalanya (kurang setuju) kalau di UMPTN ini jawabannya B. Hehe ^_^
Dimana-mana yg dicari emg kenyamanan Mba. Ga semua org yg punya duit bnyak itu bahagia (menurut saya ya Mba hehehe ??)
Setiap orang memang punya definisi bahagianya masing-masing ya Dee 🙂
[…] salah kalau saya pernah ketemu salah satu orang yang resign ‘hanya karena’ dia ingin kehidupan yang lebih seimbang. Tapi melihat dampaknya pada Mita, […]