Judulnya asoy ya Ngahahahaha evil smirking
Haaaaiii jumpa lagi bersama saya, seorang pakar kuliner makan ala-ala di Palembang.
Saya suka makan – apalagi kalau dibayarin – kalau ada restoran baru di Palembang, rasa kepingin nyobainnya semangat bgt kayag mau lebaran.
Tapi dari sekian banyak restoran di Palembang yang kami (saya dan suami) kunjungi, hanya beberapa yang bisa membuat kami kangen untuk datang lagi.
Sedangkan sebagian besar restoran bisa sekali coba lalu terlupakan begitu saja.
Berbagai ‘ganjelan’ yang membuat restoran-restoran tersebut leaving bad taste in our heart.
Bisa karena service kurang memuaskan (pelayan jutek, makanan lama dianterin, makanan yang disajikan kurang bersih dll)
Rasa yang tidak konsisten (pas pertamakali nyobain rasa masakannya enak, lalu restorannya rame, pas kesana untuk kesekian kali rasa makanannya udah kayag kardus)
atau harga yg overrated. Secara Prinsip orang Palembang bila membeli makanan adalah : nak lemak, nak murah nak banyak.
Dan benar saja, restoran2 yang tidak memuaskan tadi biasanya berumur tidak lama.
Atau berumur lama, tapi mati suri, sepi pengunjung seperti menunggu mati.
Umum terjadi di Palembang ketika sebuah restoran baru launching, maka pengunjungnya membludak. Namun seiring berjalannya waktu, restoran-restoran tanpa nilai tambah ini akan bernasib sama dengan restoran kebanyakan.
Ooh.. jadi ga ada restoran long lasting life nih di Palembang na?
Ada banyak juga restoran yg tetap hits di hati kami yang gemar makan, karenanya mereka have a long lasting life.
Dan dari berbagai hal yang saya amati sebagai penggemar makan ala-ala, ada beberapa hal yang bisa saya tuliskan mengenai kecenderungan bisnis restoran di Palembang :
1.Makan ga makan asal kumpul!
Intinya, punya restoran yang lokasinya di meeting point bisa sangat menguntungkan. Beberapa tempat seperti kambang iwak misalnya, adalah tempat hangout anak anak muda keren di Palembang.
Ada satu restoran disana yang sangat ramai pengunjungnya.
Apakah rasa makanannya enak? enggak juga tuh.
Saya beberapa kali makan disana dan ga bisa nyebutin apa menu favorit saya. Rasanya kalau anda berniat cari makan enak, masih ada banyak pilihan tempat makan lain di Palembang yang lebih cihui rasanya dibanding disana.
Kalau begitu kenapa disana selalu ramai?
Karena lokasinya di meeting point.
Mau ketemu sahabat, meeting dengan klien, kongkow kongkow sore, hingga kentjan sangat nyaman dilakukan di restoran ini.
Dibandingkan dengan makan di mall yg nyari parkiran aja ribet, disini anda tinggal parkir, masuk ke restoran, dan hangout.
Jadi terkadang apakah rasa makanan selalu jadi nomor satu? tidak juga.
Punya lokasi di meeting point dengan konsep hangout dengan koneksi wi-fi mumpuni juga bisa sangat-sangat-sangat menguntungkan.
2. Konsisten. Konsisten. Konsisten.
Masih di daerah seputar kambang iwak, ada sebuah restoran yang ketika baru buka, bisa bikin daerah kambang iwak macet.Orang orang yg mau makan disana waiting list by phone.
Kalau ujuk ujuk dateng dipersilahkan mengantri diluar sebelum dapet tempat duduk di dalem. Buset.
Apakah dulu rasanya memuaskan? Yes! Saya bisa makan ayam sambel Ijonya tiga potong setiap kesana. Rasanya endess
Years go by, dan restoran itu masih sering saya kunjungi.
Tapi lama kelamaan rasanya berubah.
Dari yg enak bgt jadi enak aja.
Dari yang enak aja jadi kurang enak.
Dari yang kurang enak jadi ga enak.
Dari yang ga enak jadi ga enak banget.
Dan saya kecewa. Keluarga kecewa. Orang Palembang kecewa. Kami kecewa karena restorannya tidak konsisten menjaga rasa makanannya.
Tapi banyak juga beberapa restoran yang dari baru buka sampai sekarang bisa diandalkan dalam ke-konsisten-an rasa.
Restoran Bukit Golf; Restoran Soto Abah Opan; Restoran Semarang di Simpang Polda; dari dulu hingga sekarang menurut saya, rasa masakannya terjaga konsistensinya. Karenanya mereka long lasting, karena selalu bisa diandalkan dari segi rasa.
3. Harga = Rasa
Orang Palembang itu Alhamdulillah rata rata sejahtera. Ini terlihat dari jumlah mobil yang makin ramai berseliweran di Jalan, memaksa makin banyak dibangun jalan layang, underpass dan sekarang LRT.
Di Palembang, orang orang mau banget makan makanan mahal; ASAL SEBANDING SAMA RASANYA.
Harga mahal rasa enak, no problemo. Pasti masih ada aja pengunjungnya, dan dihari hari tertentu bisa sangat ramai pengunjungnya. Karena restoran mahal juga prestige yes.
Harga murah rasa enak? Ini yang siap siap selalu membludak. Apalagi kalau rasanya konsisten. Bisa beli tanah tiap taon deh Ownernya :p
Harga mahal rasa ga enak? goodbye so long sayonara!
At least kalau memang mau bikin restoran prestige ya, ada yang membuat ke prestige-an itu menjadi worth it. Kalau mahal tapi dak katek embek’an ya siap-siap gulung tikar.
Nah itu dia point point besar untuk sukses berbisnis restoran di Palembang.
Sekali lagi ini cuma pengamatan santai doang ya. Secara saya bisanya cuma makan doang sih. hihihi.
Mudah-mudahan bermanfaat bagi siapapun yang membaca. Amin! 🙂
5 Komentar. Leave new
emang, raso kardus tuh cakmano ye?
wkwkwkw
btw, emang kasian banget yah kalo lewat n merhatiin karyawan rumah makan yg sepi….
yg bengong n galau karena sepi ….
hidup segan mati enggan
Raso kardus tuh pecak kardus lah kak, katek rasonyo…wakakak. Yg pasti wong Plembang tu cem tu kak. Mun la tau dak lemak ditinggalke idak idak lagi nak kesano. Ya cacam 😁
Jiah….. dimano2 samolah wkwkwk… yg lemak diburu, yang idak buang ke laut
Nak murah, nak banyak, nak enak, nak gratis men biso :))
???