2013
Abang senang bukan kepalang.
Pagi itu, di sebuah Rumah Sakit Ibu dan Anak tak jauh dari rumah, ia mendengar tangisan kencang yang meruntuhkan keheningan yang sedari tadi ia rasakan.
Tangisan itu adalah tangisan adik bayi perempuannya yang baru lahir. Di depan pintu operasi, ia menunggu bersama Ayah dan kedua neneknya.
Saat itu ia gagal paham.
Kenapa semua orang harus terlihat muram? bukankah momen kelahiran seorang bayi merupakan momen yang membahagiakan?
Ayah memiliki anak baru, Nenek bisa menimang cucu baru. Ia sendiri – memiliki adik baru, adik yang ia damba setelah 4,5 tahun hidup di dunia.
Abang belum paham.
Bahwasanya, muram yang Abang lihat bukanlah muram kesedihan, melainkan muram keresahan karena operasi sedang berlangsung. Ayah dan Nenekpun dalam resahnya sibuk memanjatkan doa.
Bahwasanya, melahirkan merupakan peristiwa hidup dan mati. Jika Allah berkehendak, semua bisa jadi salah – lalu entah ibu atau anak, atau bahkan keduanya, bisa jadi kehilangan nyawa saat itu juga.
Namun, bukankah hal-hal yang tidak kamu pahami tidak dapat melukaimu?
Tak lama kemudian pintu kamar operasi terbuka. Beberapa perawat tergopoh keluar sambil mendorong tempat tidur ke ruang perawatan. Akhirnya Abang melihat bunda. Keadaannya cukup membuat ia tertegun. Bunda terlihat lemah, dengan badan sedikit menggigil.
Beberapa saat kemudian, perawat masuk menggendong adik yang masih dibungkus dengan kain berwarna pink.
Abang merasa senang.
TERAMAT SENANG.
Akhirnya ia melihat adiknya! Akhirnya ia punya teman untuk main di rumah! Akhirnya ia memiliki seorang adik untuk berbagi, akhirnya ia…
Sebentar.
Kenapa adik boleh dipeluk Bunda? Kenapa Bunda terlihat berbinar ketika memandang adik? Bunda juga terlihat bahagia saat memeluknya. Bunda menciumnya. Lalu adik menyusu pada Bunda.
Abang merasa dadanya sesak. Ia tak suka cara bunda melihat adik – karena sama seperti cara Bunda melihat dirinya. Abang merasa kesal. Ia kemudian menunduk, agar tak lagi melihat Bunda dan adiknya.
Namun sial, air matanya malah menggenang. Ia bingung karena merasa kesal sekaligus sedih. Akhirnya ia tak tahan lagi, ia mendekat ke tempat tidur bunda lalu berkata :
“Abang juga mau digendong seperti itu!! Abang mau dipeluk juga bunda! ABANG JUGA MAUUUU!!” jeritnya sambil menangis sesunggukan
Abang cemburu, batin Ayah berkata. Ia lalu berpandangan dengan istrinya seolah bertanya “Jadi bagaimana?”
Abang cukup lama tidak memiliki adik. Apakah setelah adik ada ia akan merasa baik-baik saja, tanpa merasa tersaingi sedikitpun?
Ternyata tidak
Abang cemburu, ia tantrum, menangis di ruang perawatan sambil menjerit-jerit memanggil bundanya. Dokter SpOG yang kebetulan ada di ruangan merasa prihatin lalu berkata
“Bapak, anaknya bisa diajak pulang dahulu? kasihan bundanya butuh istirahat”
Ayah mengangguk lalu mengajak Abang pulang ke rumah agar tenang. Ayah dan bunda bukannya tanpa persiapan, mereka sudah mengantisipasi hal ini akan terjadi.
Karenanya Ayah sudah menyiapkan sebuah kado mainan yang cukup besar untuk Abang. Sesampainya di rumah ia mengeluarkan kado tersebut dari lemari, lalu menyerahkannya ke Abang
“Abang ini kado perkenalan buat Abang dari Adik” kata Ayah
Abang terdiam. Ragu-ragu, ia menerima kado tersebut masih dengan mata berkaca-kaca.
Ia merasa, bahkan dengan kado sebesar itupun rasa sesak di dadanya belum juga hilang. Wajahnya masih cemberut, isak tangisnya masih terdengar.
‘Sepertinya akan butuh usaha lebih’ Ayah bergumam dalam hati.
2018
Teta senang, akhirnya ia memiliki adik. Lima tahun menunggu rasanya seperti perjalanan panjang yang tak kunjung usai. Padahal teman-temannya di TK B sudah banyak yang memiliki adik.
Seperti Farrel contohnya. Ia sering ketiduran di depan pintu kelas karena di malam hari tidurnya terganggu. Maklum, Farrel memiliki adik bayi yang masih suka bangun di malam hari. Memiliki adik pasti seru sekali.
Teta memang sudah memiliki abang laki-laki yang sangat ia sayangi. Tapi selama ini posisinya kan sebagai adik, dan bukan sebagai kakak. Tetap saja menurut Teta menjadi seorang kakak adalah suatu hal yang keren sekali.
Dan di bulan ini, keinginan Teta terkabul.
Adik laki-lakinya lahir, sangat lucu dan sangat ia sukai.
Semua orang memuji dirinya sebagai kakak.
‘Wah Teta pintar ya, tidak iri ketika adik kecil lahir’
‘Wah Teta kakak yang baik, sayang sama adiknya’
Teta berfikir : Iri? ish. Kenapa harus iri? dengan adik sekecil itu? selucu itu?
Ia malah senang dan menikmati hari-harinya menjadi kakak baru. Sekarang, momen tiap pulang sekolah tak membosankan lagi. Ia selalu menanti bertemu dengan adik bayinya.
Hingga suatu hari, Teta melihat foto wallpaper di hp ayah, adalah foto adiknya.
Teta terdiam. Di hatinya pelan-pelan menjalar rasa kesal dan marah. Saking marahnya, matanya memerah dan air matanya menggenang. Teta mencoba menahan dengan sekuat tenaga agar tangisnya tak meledak. Namun sia-sia. Ia menangis sesunggukan.
Ayah bertanya kepadanya kenapa Teta menangis. Di tengah tangisnya ia masih bisa menjelaskan bahwa ia tak suka ayah mengganti foto wallpaper hp ayah dengan foto adiknya. Ia ingin FOTONYA lah yang ada di sana. Karena ia adalah KAKAK yang lahir duluan. Karena ia adalah ANAK KESAYANGAN Ayahnya. Apakah sekarang ayah tidak sayang lagi kepada dirinya?
Ayah mengangguk mengerti, lalu meraih hpnya dan memilih beberapa foto di galeri.
“Kalau foto yang ini saja, bagaimana?” tanya ayah sambil memperlihatkan foto Teta dan adiknya.
“Iya boleh, asal masih ada foto Tetanya, Ayah” ujarnya lirih
“Oke kalau begitu wallpapernya ayah ganti ya. Nih. Kalau begitu jangan nangis lagi” kata ayah.
Teta mengusap air matanya. Ketika melihat wallpaper hp ayah sudah berganti lagi ke foto dirinya dan adik, ia merasa baik-baik saja.
Ayah dan Bunda maklum, bahwa anak-anakpun juga bisa merasa cemburu. Terlebih jika seumur hidup mereka belum memiliki adik. Biasa mereka yang disayang, sekarang harus ‘bersaing’ dengan adik untuk memperoleh kasih sayang.
Yang anak-anak tidak tahu adalah rasa sayang Ayah dan Bunda tidak memiliki plafond. Rasa sayang Ayah dan Bunda malah bisa berakumulasi sesuai dengan jumlah anak yang dimiliki.
Jadi jika anak Ayah dan Bunda jumlahnya dua dan masing-masing memperoleh kasih sayang 100%, maka ketika anak tiga, jumlah kasih sayangnya masing-masing tetap 100%. Bahkan ketika punya anak sepuluh pun rasa kasih sayang juga akan tetap 100%.
Karena itulah effort lebih harus diusahakan oleh Ayah dan Bunda, terlebih ketika anak memiliki adik baru. Bagaimanapun mereka adalah anak-anak yang harus dijaga keutuhan perasaannya – agar tak luka oleh rasa cemburu yang dapat membutakan hati dan rasa.
Baca juga : Suatu Sore di Mikrolet M16