Mencari sekolah anak. Karena RFA baru masuk SD tahun ini, saya sebagai emaknya lumayan pusing mikirin sekolah mana yang bagus untuk dia.
Daaaan..milih sekolah anak itu (ternyata) gampang-gampang susah.
Gampang karena ada banyak pilihan sekolah bagus di Palembang. Susah karena sebagian besar ga sesuai dengan kriteria.*belagu amat yak, hihi*
Ih emang kriterianya yang begimana sik, kok kayagnya sulit banget?
Kriteria saya sebenarnya biasa-biasa aja, cuma (ternyata) yang biasa-biasa aja nih yang susah nyarinya hahaha.
Berikut kriteria (sebaiknya) sekolah anak menurut emak-emak rempong ala saya :
1. Sekolah yang deket rumah
Ya secara emak bapak bekerja, RFA harus diantar oleh ojek langganan. dan rasanya adem aja kalau sekolahnya ga terlalu jauh jaraknya dari rumah. anak SD pun kan ya.. kalau sarapan mandi apa apa suka lama, jadi kalau sekolah deket sama rumah, bangun kesiangan ataupun berangkat agak telatpun gak terlalu kayag kebakaran jenggot lah ya 🙂
2. Sekolah yang biayanya masuk akal.
Ada banyak sekolah bagus di Palembang, dan beberapa dari mereka (sepertinya) mematok biaya yang tidak masuk akal bagi saya dan suami.
Meskipun kalau merogoh kocek dalam dalam sebenernya bisa kebayar juga, cuma rasanya beraaaat gitu *ketahuan medit* 😀
Ya sebenernya ini relatif balik balik lagi ke kondisi keuangan masing-masing keluarga ya. Tapi jujur, kalau saya masih suka ngerasa heran sama sekolah SD yg uang pangkalnya bisa sampe diatas 15 jutaan, dan bayaran bulanannya bisa diatas 800 ribuan.
Ini membuat saya berfikir : apakah sekolah yg sangat mahal tsb benar benar mengutamakan pendidikan, atau mengutamakan BISNIS pendidikan?
3. Bagus vs Prestise
Sekolah mahal apa pasti bagus? belum tentu.
Apalagi kalau biaya sekolah itu terlalu mahal, maka akan tercipta suatu lingkungan sekolah dari strata ekonomi yang homogen. DAN INI SEKOLAH SD. Dimana anak-anak menghabiskan 6 tahun kehidupannya yang paling awal. Dibandingkan SMP dan SMA, sepertinya pendidikan selama di SD ini bakal tertanam hingga si anak besar.
kembali lagi dengan lingkungan strata ekonomi yang homogen. Sebenarnya ga ada yang salah dengan itu. Cuma saya inget cerita seorang teman yang anaknya sekolah di sekolah ‘homogen’ ketika dijemput papanya pulang sekolah si anak berkata :
“papa kenapa papa mobilnya ga ganti ganti sih? Temen-temenku dijemput pakai mobil ganti-ganti, sedangkan mobilku yang ini lagi ini lagi, aku malu”
jeng jeng!
Jadi sebagai orang tua kita perlu memikirkan juga dampak ke psikologi anak ketika mereka bersekolah di sekolah homogen ini.
Apakah karena memang based on kualitas, atau hanya sebagai sebentuk prestise karena anak kita sekolah di sekolah yang terkenal mahalnya?
Which is menurut saya, sangat risky mengorbankan dasar kepribadian anak yang membentuknya seumur hidup dengan prestise yang hanya kita dapat sementara 🙂
4. Sekolah seperti Sekolah Totto Chan
Di Jepang, sekolah Totto Chan, Tomoe Gakuen, memiliki gerbong kereta sebagai kelasnya, dan tiap-tiap anak bisa memilih belajar pelajaran yang disukainya. Saking senangnya, anak-anak tidak sabar untuk pergi ke sekolah setiap harinya.
Apa saya bermimpi? Memang.
Apa saya terlalu naif? mungkin.
Apa saya kebanyakan baca buku? pasti.
Tapi alih-alih sekolah yang secara FISIK seperti Totto Chan, saya mendamba sebuah sekolah yang secara PSIKIS bisa seperti sekolah Totto Chan.
Dan saya menemukan satu sekolah seperti ini di Palembang.
sekolah dimana beberapa orang tua ketika saya tanyakan bagaimana anak-anaknya bersekolah di sana, mereka menjelaskan dengan mata berbinar. Menunjukkan betapa puas mereka melihat perkembangan anak mereka selama bersekolah di sekolah tersebut.
Pun anak-anak mereka yang bersekolah di sana saya perhatikan merasa senang, sopan dan tampak bersemangat.
Biayanya pun terjangkau. Memang masih berada sedikit di atas sekolah SD pada umumnya, tapi masih masuk dalam range yang masuk akal.
Ketika RFA mendaftar dan dites untuk masuk, saya sedikit khawatir karena RFA belum lancar membaca. Dan ini saya tanyakan ke guru yang mengetesnya karena takut RFA tidak akan lulus.
“wah ga papa bu. Kita disini memberi tes untuk melihat sejauh apa kemampuan anak, apa minatnya, karena tiap-tiap anak berbeda. Ada yang kurang bisa membaca namun pandai berhitung. Ada yang tidak pandai berhitung namun senang menggambar. Kami melihat dan memetakan kelebihan dan kekurangan anak sebagai dasar bagi kami guru untuk memberikan pendekatan pengajarannya”
Dan saya langsung jatuh cinta. Karena saya setuju dengan pemikiran bahwa tiap anak berbeda, tidak harus setiap anak pintar disemua mata pelajaran, dan anak seharusnya tidak dihakimi bodoh hanya karena ia tidak pandai di satu mata pelajaran.
RFA mengawali test dengan membaca dan mengakhiri testnya dengan menyusun lego yang disediakan sekolahnya :p Finally gurunya mengetahui bakat RFA 😀
Satu lagi. sekolah ini (ternyata) membatasi anak-anak muridnya. Karena yang saya tahu dari sekian banyak pelamar di sekolah tersebut, hanya 20 anak saja yang diterima satu kelasnya. Jadi memang sekolah ini mengutamakan kualitas daripada bisnis pendidikannya.
Dan saya rasanya legaaaaaaaaa karena akhirnya pencarian saya bermuara juga *lap keringet di kening*
Dengan mengucap Bismillah saya menyekolahkan RFA di sekolah ini dengan secercah harap bahwa ia akan menghabiskan 6 tahun SDnya dengan penuh semangat dan menyenangkan seperti Totto Chan di Tomoe Gakuen.
Aamiin 🙂
4 Komentar. Leave new
Semoga RFA semangat sekolahnya ya mbak 😀
Aamiin semoga dia punya semangat tetap long lasting! ^_^
Aamiin ya Allah :)) semoga sukses selalu juga mbak :3
Aamiin.. Terima kasiiih ^_^