Hamil anak ketiga itu unik. Kalau ga susah-susah banget; ya mudah banget.
Begitu mitos yang saya dengar dari beberapa orang ketika tahu bahwa saya sedang mengandung anak ke tiga. Biasanya, saya akan menanggapi komentar semacam ini dengan senyum manis, lalu angguk-angguk kepala – seolah saya sependapat. Namun suara hati berkata lantang : dear ibu-ibu, saya tak mudah percaya mitos! hingga kebenaran mitos menghampiri saya dalam perjalanan hamil anak ketiga, dengan segala kontradiksinya…
Usia Kehamilan : 4 Bulan Pertama
Saya memulai perjalanan hamil anak ketiga di bulan Desember 2017. Namun perjalanan tersebut mulai terasa signifikan di bulan Januari, dimana saya merasa mabok-semabok-maboknya.
Sejak mengalami mual dan muntah, tenaga langsung saya rasakan berkurang hingga 80%. Ibarat Smartphone, biasa punya HP dengan baterai 5000 Mah, eh tau-tau jadi 1500 Mah saja – belum setengah hari sudah lowbat.
Ketika itu saya ingat berkata kepada Mama : Mah sepertinya anak nina yang ini cowo deh, soalnya nina ngerasa lemas banget.
Bukan tanpa alasan juga saya berkata demikian. Karena pada kenyataannya, hamil anak laki-laki saya rasakan lebih ‘berpengaruh’ ke kondisi tubuh saya – dibandingkan ketika saya hamil anak perempuan.
Hamil anak perempuan saya rasakan mual dan muntah tidak seheboh ketika hamil anak lelaki. Hamil anak perempuan, saya hanya mengalami muntah di pagi hari (ketika gosok gigi) dan di malam hari sebelum tidur.
Hamil anak lelaki saya bisa muntah kapan saja : Pagi, siang, sore, ketika nyetir, ketika di rumah sendiri, ketika berkunjung ke rumah orang, pokoknya kapan saja perut saya terasa tidak nyaman rasanya ingin langsung huek saja sampai puas.
Saya bahkan pernah muntah di teras rumah – tanpa sempat menahan mualnya untuk bisa sampai ke kamar mandi. Wuih heboh sekali.
Namun terlepas dari kondisi awal kehamilan saya yang cukup bikin deg-degan, yang menyenangkan adalah ketika ke dokter kandungan, dedek selalu memberikan kabar gembira. Detak jantungnya kuat, gerakannya aktif dan pertumbuhannya baik.
Saya merasa Sure, I can take all the situation asalkan dedek tetap sehat di dalam rahim,
asalkan ia baik-baik saja.
Usia Kehamilan : 5 hingga 6 Bulan
Masuk usia kehamilan 5 bulan, saya merasa seperti jagoan.
Rasa mual perlahan pergi, keinginan untuk muntah juga berkurang drastis. Hasil USG sempat menunjukkan bahwa dedek adalah anak perempuan. Saya dan suami mengangguk senang – meski bagi kami, anak perempuan dan lelaki sama saja karena sudah punya dua-duanya 🙂
Saya mulai aktif lagi berkegiatan blogger. Saya sempat hadir ke acara Hijup dan Softex Daun Sirih yang diadakan pada bulan Mei 2018. Tak tanggung-tanggung, ketika acara ini kemudian mengadakan lomba blog, tulisan saya keluar sebagai salah satu pemenangnya. Alhamdulillah!
Saya benar-benar menikmati masa-masa kehamilan saya di dua bulan ini, hingga saya menyetujui rencana untuk bisa hadir di acara 1st Anniversary Palembang Beauty Blogger yang rencananya akan diadakan di bulan Juli 2018.
Namun hasil USG memasuki bulan ke tujuh membuat saya berfikir ulang mengenai rencana-rencana kegiatan saya untuk beberapa waktu ke depan.
Ketika itu dokter menyatakan bahwa kehamilan saya mengalami Plasenta Previa, sehingga saya langsung membatalkan semua kegiatan saya hingga saat melahirkan tiba.
Apa itu Plasenta Previa?
Dikutip dari situs alodokter.com menjelaskan bahwa
plasenta previa atau plasenta letak rendah merupakan kondisi ketika sebagian atau seluruh plasenta menutupi mulut rahim. Meski jarang dialami oleh ibu hamil, namun risiko ini tetap harus diwaspadai karena dapat membahayakan jiwa ibu dan bayi dalam kandungan karena resiko pendarahan yang tinggi.
Secara mudahnya begini.
Di dalam rahim, Bayi memiliki plasenta yang berfungsi sebagai penyalur makanan dan oksigen dari ibu ke bayi.
Normalnya, plasenta bayi berada di samping bayi atau di atas. Nah pada Plasenta Previa, plasenta bayi berada di bawah di dekat mulut rahim. Jika ibu terlalu banyak bergerak, atau terlalu letih beraktivitas, beresiko menyebabkan pendarahan.
Pendarahan yang berlanjut dapat mengakibatkan bayi lahir prematur dan atau lepasnya plasenta dari rahim ibu.
Ibu dengan Plasenta Previa juga tidak disarankan untuk melahirkan secara normal dan lebih disarankan untuk melahirkan secara sesar. Hal ini karena posisi plasenta yang menutupi mulut rahim, menghalangi bayi untuk keluar melalui proses melahirkan normal.
Meski saya memang berencana akan melahirkan sesar (karena anak pertama dan kedua juga sesar) namun kondisi ini tetap membuat saya khawatir.
Perasaan seperti jagoan yang semula muncul di kehamilan lima hingga enam bulan seketika hilang, terlebih ketika dokter bilang bahwa saya tidak boleh capek dan disarankan bed rest.
Well, saya sih oke-oke saja disuruh istirahat, terlebih mengingat banyaknya drama korea yang ingin saya tonton *eh. Namun saya akhirnya harus merelakan banyak sekali kegiatan yang ingin saya ikuti. Termasuk beberapa kesempatan untuk meliput momen Asian Games yang berlangsung di Palembang, kota dimana saya tinggal.
Hamil dengan Plasenta Previa
Pengalaman saya dengan Plasenta Previa tak begitu menjadi beban pikiran ya, bu ibu. Jadi kalau ada bu ibu yang mengalami kondisi yang sama, jangan terlalu dibawa stress dan merasa horor karenanya.
Iya betul, Plasenta Previa memang berbahaya; namun lebih bahaya lagi ibu hamil yang merasa stress dan tertekan sehingga mengganggu psikologis yang dibutuhkan hingga saat melahirkan tiba.
Saya juga tipe orang yang manut sangat dengan perkataan dan saran dokter. Sehingga ketika dokter bilang saya tidak boleh capek dan sebaiknya banyak bed rest, maka itu benar yang saya lakukan, tanpa bantah-bantah.
Saya mulai meminta bala bantuan dari support system. Ibu saya, mertua, adik-adik, dan Alhamdulillah dianugerahi suami yang sangat mengerti kondisi istrinya. Aktivitas saya sebagian besar saya habiskan di tempat tidur : membaca, salat, menulis, hingga mengerjakan pekerjaan remote yang harus saya kejar tenggat deadlinenya.
Setiap merasa lelah, saya akan tidur-tiduran. Meski sejam sekali, meski sesering mungkin. Sebisa mungkin saya tidak mau merasa capek. Alhamdulillah kabar baiknya, seiring pertumbuhan bayi yang bertambah besar, posisi Plasenta Previa ini juga dapat bergeser.
Sehingga jika ibu-ibu mengalami hal yang sama seperti saya, jangan terlalu cemas. Bed rest saja dan jangan lupa berdoa supaya plasenta tersebut bisa bergeser tempat ke posisi normalnya.
Drama di kehamilan bulan ke tujuh akhirnya bisa saya lewati. Plasenta Bayi kemudian bergeser ke tempat yang lebih ‘aman’. Namun, lepas dari drama Plasenta Previa, siapa sangka menginjak bulan ke delapan saya harus menghadapi drama lainnya.
Usia Kehamilan : 8 Hingga 9 Bulan
Bukan main senang hati saya ketika dokter berkata hasil USG menunjukkan bahwa plasenta dedek sudah bergeser ke arah atas, sehingga saya terlepas dari kondisi Plasenta Previa.
Selanjutnya, karena semakin mendekati waktu melahirkan, dokter meminta saya untuk memeriksa kondisi darah untuk memastikan bahwa kondisi saya cukup baik untuk menempuh jalan operasi.
Setelah hasil lab keluar, dokter kandungan saya muram.
“Kenapa dokter?” tanya saya
“Nin, sejak kapan HB mu nilainya hanya 7?”
“Memang seharusnya berapa dokter nilai HB yang wajar?”
“Untuk ibu hamil 10 sampai 11, Nina. Kalau begini caranya berarti kamu harus tambah darah dulu, secepatnya.” dokter memandang saya dengan pandangan khawatir.
Dikutip dari 1health.id,
HB atau Hemoglobin merupakan protein di dalam sel darah merah yang berfungsi untuk mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Fungsi hemoglobin sangat penting bagi ibu hamil. Selain menentukan kesehatan ibu, hemoglobin juga sangat menentukan kehidupan janin di dalam kandungan.
Menindaklanjuti saran dokter, minggu selanjutnya saya habiskan di rumah sakit dengan kantung darah yang bergantung di tiang infus. Meski saya dirawat di rumah sakit besar di Palembang, namun ketersediaan darah juga tidak bisa didapatkan secara cepat.
Dalam sehari, saya hanya menerima satu kantung darah dari PMI – dimana saya menghabiskan tiga kantung darah, sehingga saya tinggal selama 4 hari di RS – 3 hari untuk transfusi, 1 hari untuk observasi apakah kondisi darah saya sudah cukup oke untuk dilepas keluar RS.
Setelah tambah darah, hb saya meningkat dari 7 ke 9,7. Sebenarnya dokter kandungan saya tidak begitu bulat ketika melepas saya keluar rs karena nilai hb saya yang belum menyentuh angka 10. Namun setelah saya berjanji akan makan daging banyak-banyak, barulah dokter melepas saya untuk pulang.
“Nanti mendekati waktu operasi hbnya dicek lagi ya Na. Kalau memang masih kurang, terpaksa tambah darah lagi” kata dokter kandungan
Hamil dengan Hb Rendah
Kenapa kok baru notice hb rendah di umur kehamilan lanjut? Padahal sebenarnya beberapa gejala sudah saya rasakan jauh-jauh hari, seperti :
- Badan terasa lemas sepanjang hari
- Mudah pingsan. Saya bahkan pernah hampir pingsan dalam keadaan sedang duduk.
Namun tak pernah terbersit sedikitpun bahwa kondisi ini berhubungan dengan rendahnya nilai hb. Saya pikir hal ini wajar terjadi karena kondisi kehamilan yang memang bisa membuat kondisi tubuh naik turun. Wise opinion, jika anda juga merasakan hal yang sama ketika hamil, ada baiknya langsung memeriksakan darah ke lab – agar hb rendah dapat diantisipasi sedari dini.
Satu bulan sebelum melahirkan, saya kemudian berperang untuk meningkatkan hb saya. Saya tidak boleh capek, harus banyak makan bayam, sayur-sayuran, daging, kurma, dan apapun yang bisa meningkatkan nilai hb saya (buah bit katanya sangat baik untuk menaikkan nilai hb, tapi saya tidak mencobanya)
Alhamdulillah usaha saya akhirnya membuahkan hasil. Sehingga ketika mendekati hari operasi, saya dinyatakan bebas dari Hb rendah dengan angka 10,8.
Hari Melahirkan pun Tiba…
Tanggal 25 Agustus 2018 pagi, saya sudah standby di stall ruang operasi. Saya memandangi langit-langit rumah sakit dan mulai mencoba akrab dengan bau obat-obatan yang menyeruak ke seluruh ruangan.
Alhamdulillah setelah melewati 9 bulan penuh perjuangan, dedek berjenis kelamin laki-laki, lahir sehat melalui operasi sesar yang ketiga kalinya. Terasakah berbeda operasi kali ini dengan operasi sesar sebelumnya? rasanya tidak ya.
Malah, saya merasa operasi melahirkan berlangsung sangat cepat. Tidak sampai lima belas menit di ruang operasi, saya bisa mendengar tangis dedek yang masih parau.
Proses penyembuhanpun berlangsung tanpa kendala. Dalam waktu seminggu rasanya saya sudah mampu untuk berkegiatan dengan cukup normal. Meski demikian saya tetap harus tahu diri. Saya menahan untuk tidak mengangkat barang yang berat, saya belum memperbolehkan diri saya menyetir, dan masih memperbanyak waktu tidur saya untuk membantu proses pemulihan.
Setelah melahirkan ada perasaaan lega menyelinap, terlebih ketika saya tahu janin yang saya lahir dengan kondisi baik dan sehat. Terus terang selama mengalami plasenta previa dan hb rendah, yang saya khawatirkan hanya kesehatan janin, apakah ia baik-baik saja di dalam sana. Dan ketika mengetahui ia lahir tanpa kurang suatu apapun, saya berucap Alhamdulillah kepada Allah, sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.
Penutup
Jadi, setelah melalui fase-fase kehamilan ketiga ini, apakah saya bisa mengatakan yes untuk mitos “hamil anak ketiga itu kalau ga mudah-mudah banget, ya susah banget?”
Kayaknya
Hanya jika ditanya apakah hamil anak lelaki lebih menantang daripada ketika hamil anak perempuan, nah ini saya baru bisa bilang yes. hahaha.
Jadi bagi saya, bukan urutan kehamilan yang berpengaruh, namun jenis kelamin apa yang saya kandung. Gitu ya.
Informasi tambahan,
Untuk anak ke tiga saya melahirkan di Rumah Sakit Hermina Palembang. Untuk Hermina ga usah diceritakan lebih jauh karena ini rumah sakit besar, jadi standar pelayanannya pun sesuai dengan nama besarnya ya.
Another option bisa ke klinik Widiyanti di jalan Sirna Raga Palembang, saya melahirkan anak kedua di sini. Dan hingga sekarang masih terkesan dengan pelayanannya yang paripurna serta rasa makanan yang enak selepas saya melahirkan.
Kenapa anak ketiga tidak melahirkan disini? karena manusia berencana Tuhan jua yang menentukan. Padahal saya sudah melakukan DP (down payment) di Widiyanti, namun karena ada sesuatu dan lain hal yang membuat saya akhirnya melahirkan di Hermina. Itupun memutuskannya ketika kehamilan saya sudah masuk bulan ke 8.
Untuk dokter Spog,
Saya mempercayakan dua dokter untuk anak ke tiga saya, yaitu dr Peby Maulina Lestari Spog (praktek di Hermina Palembang) dan dr.Marina (praktek di Widiyanti dan Tiara Fatrin Palembang)
dr.Marina Spog sudah saya percaya sejak saya hamil anak ke dua. Dan ketika saya hamil lagi, saya langsung ke beliau tanpa harus pikir-pikir panjang mau ke dokter kandungan mana.
Yang saya suka dari kedua dokter tersebut adalah jalinan komunikasi yang sangat baik, saya bisa bercerita apa saja yang saya rasakan ketika hamil (secara kalau hamil banyak sekali yang dirasa, benar kan ya bu ibu?), dan karena umur yang tidak begitu beda jauh (iya, mereka masih muda, lho – macam saya ((macam saya)) jadi ngobrolnya juga asik. Pun kalau saya hamil lagi anak ke empat saya bakal ke dua dokter ini lagi. (tutup pabrik dong ya, plis) 😀
So it’s a wrap! kehamilan meski menantang tetap merupakan perjalanan yang indah luar biasa yang saya rasakan. Terlebih ketika melihat si kecil lahir dengan sehat. Semua sakit serasa hilang!
Teruntuk yang sedang menjalani kehamilan, semoga semua berjalan baik, lancar, ibu sehat, janin sehat hingga saat melahirkan tiba ya bu ibu. Aamiin YRA! :3
19 Komentar. Leave new
semoga lancar yaa
Alhamdulillah mbak Non 🙂
selamat ya mba ? tulisannya panjang bgt …. nyimak dulu
Terima kasih Pak ?
Alhamdulillah. Selamat ya. Semoga sehat snantiasa skluarga.
Aamiin YRA, terima kasih mbak Tyk ?
Saya bacanya aja kebayang gimana menantangnya Mbak. Selamat ya buat kelahiran putra ketiganya. Semoga sehat selalu semuanyaaaa
Aamiin YRA terima kasih Mas Daniii ?
Selamat Na,
jangan lupa supaya genep jadiin 4 toh seperti tulisannya diatas “masih muda” jg kan:)
Iya kak, terima kasih. Meski masih muda tapi untuk nambah yg ke 4 mmm gimana ya errr… ?
Selamat Na,
karena di tulisannya bilang “Masih Muda”, janga lupa tambah yang ke 4:)
alhamdulillah maknya sehat, dedeknya sehat mba…… ?
ngebayangin darahnya bikin ngilu, tp itulah perjuangan perempuan, semangat mba
Alhamdulillah memang Pak, akupun deg2an pas lagi hamil, huhu. Berpasrah saja kepada Allah itu yg terbaik. Terima kasih ya ?
siap….
[…] Bunda juga perlu membaca ini lho! : Hamil Anak Ketiga : The Journey […]
[…] merasa achievement paling besar yang saya capai di tahun ini adalah hamil dan melahirkan. Apalagi kehamilan saya untuk anak ketiga cukup menantang. Melahirkan dengan selamat dan bayi sehat saja saya tak henti mengucap syukur […]
[…] Baca : Hamil Anak Ketiga : The Journey […]
[…] Baca : Hamil Anak Ketiga : The Journey […]
[…] Hamil Anak Ketiga : The Journey […]