Satu Obrolan Mengenai Zodiac.
Cuek.
99% orang yang bertemu dengan saya akan memberi cap seperti itu. Apa mau dikata. Urus diri sendiri dan keluarga saja sudah kewalahan, apalagi mau kepo-kepo urusan orang. Yah meski kalau ada twitwar saya tetep nimbrungin sih, masa iya orang berantem online ga diikutin hihi.
Sifat cuek juga yang membuat saya selow soal penampilan. Mau hari ini trendnya apa, heits nya apa, saya suka ga sadar mode. Wong lagi musim boyfriend jeans terus saya hadir dengan cutbrai mengembang, saya cuek. Selagi penampilan saya layak, baju atau celana gada yang bolong, dan saya nyaman, saya enggak terlalu peduli kata orang. *tsah
Satu lagi. Saya suka prihatin dengan orang yang…. Gila merek. Asal pakai merek anu, lho. Kan keren kelihatan mereknya. Oooo tidak bisa, selain gada duitnya juga mo beli barang yg muahal muahal.
Kalaupun saya beli barang yg ada mereknya, itu karena yang saya incar adalah kualitas; bukan karena mereknya, hehe.
Keras Kepala.
Punya sifat keras kepala kadang ada untung dan ruginya. Dulu ketika masih sekolah, saya mudah terpancing dalam persaingan besar-besaran nilai pontenan guru. Sebagai murid tidak pintar tapi keras kepala yang persisten, biasanya saya akan ngotot mengejar nilai teman yang saya jadikan target operasi saya.
Namun jika sang teman jauh lebih cemerlang, saya akan diam-diam menyerah, sambil mengubur rasa jengkel saya dalam-dalam.
Kelas 2 SMA saya pernah tergelincir keluar dari jajaran ranking 10 besar. Saya ingat wali kelas saya sampai memanggil saya dan berkata ‘Ibu nggak tahu kamu bisa masuk kelas IPA atau ndak’. Hal ini membuat saya shock terus nangis sesunggukan di sekolah.
Ketika pulang sekolah, saya berhenti nangis dong, kan saya pulang naik angkot. Nangis-nangis di angkot nanti orang kira saya anak hilang, masuk sosmed terus jadi viral (eh jaman saya dulu sma belum ada hp deng – enggak kok, saya masih muda)
Tapi begitu membuka pintu kamar di rumah, tangisan saya pecah lagi. Semalaman ndak keluar kamar nangis-nangis sampai mata bengkak. Kalau dipikir-pikir sekarang kenapa kok dulu saya jadi ABG lebay sekali.
Padahal ketika bagi raport cawu (dulu namanya cawu ya bok) saya akhirnya bisa masuk kelas IPA. Wali kelas saya pasti sedang khilaf.
Tapi ya gitu. Karena keras kepala, terkadang saya suka menghukum diri sendiri secara berlebihan, apabila saya tidak mencapai target yang saya inginkan. Saya memberi tekanan kepada diri saya sendiri, berkompetisi dengan diri sendiri, sampai jadinya saya capek sendiri.
Tapi akhirnya saya sadar bahwa sifat begini sama sekali tidak sehat. Saya akhirnya berusaha berubah untuk bersikap ‘lebih baik hati’ kepada diri saya.
Kalau sekarang saya mengajarkan ke anak-anak bahwa mereka jangan terlalu terobsesi dengan ranking dan nilai-nilai. Nilai-nilai hanya angka yang terkadang tidak menunjukkan kualitas sebenarnya dari pengetahuan yang kita miliki. Punya nilai tinggi itu bagus, tapi bukan tujuan utama. Belajarlah untuk menguasai ilmu, bukan untuk mengejar nilai.
Berlaku seperti cermin
Terkadang saya memiliki sikap yang membuat saya berlaku seperti cermin. Sikap ini bisa auto aktif untuk orang-orang dengan sikap tertentu. Jadi misalnya saya ketemu si A yang orangnya baik, saya bisa menjadi diri sendiri, no problemo. Tapi kalau ketemu si B yang orangnya arogan-misalnya, sikap saya ke dia bisa sama arogannya. Ketemu yang ga mau kenal? Saya bisa lebih pura-pura ga kenal. Ketemu yang ga mau follow? Saya unfollow juga laah, uenak aja. ehe. Sumpah jangan ditiru ya ?
Introvert
Kalau introvert, jelas saya salah satunya. Dulu ketika masih remaja, saya sempat heran kenapa saya bisa tidur nyenyak setiap kali sehabis bepergian dan bertemu orang-orang. Waktu itu saya belum sadar kalau saya Introvert. Jadi merasa lelah kalau habis ketemu orang-orang.
Jadi anti sosialkah nina? Ya ndak lah. Saya tetap berteman, teman saya banyak. Hanya saja saya butuh durasi. Ga bisa kelamaan berinteraksi karena saya juga butuh waktu untuk sendiri.
Secara statistik, teman saya juga kebanyakan laki-laki. Kenapa? Karena mereka less drama dan less ribet. Hal-hal kecil bukan masalah bagi mereka. Obrolan mereka sehari-hari adalah seputar teknologi, bola, moto gp, atau keren mana DC dengan Marvel. Kalaupun mereka ngobrolin cewe, maka saya akan menjadi pendengar yang baik.
Saya merasa kalau berteman dengan anak laki-laki saya lebih bisa menjadi diri saya sendiri karena mereka cenderung tidak mudah menjatuhkan judgment. Untung aja suami saya laki-laki ya, hahaha
Jadi apa hubungannya dengan zodiac sih tulisan tak berfaedah di atas?
Merujuk pada judul tulisan, obrolan ini seharusnya memang bermuara pada zodiac. Dari beberapa sifat yang saya ceritakeun di atas mungkin ada yg sudah bisa nebak apa zodiac saya. Hayo ada yang bisa nebak ga? Hehehe
Sebagai anak pertama yang lahir di pertengahan bulan November, saya memang seorang Scorpio. Tapi apakah semua Scorpio seperti saya, belum tentu. Hanya selama ini, jujurnya saya ndak pernah berfikir bahwa zodiac ada hubungannya dengan sifat atau kehidupan saya. The truth, I never take zodiac seriously. And never believe it either 🙂
Bagi saya, Zodiac sama seperti mitos. Sebuah rekayasa yang diciptakan agar ada kolom rutin yang ditunggu tiap bulan oleh para pembaca.
Menurut teman-teman bagaimana? percayakah teman-teman pada Zodiac?
6 Komentar. Leave new
setuju..aku berpikiran sama kalau zodiac itu mitos..
tapi aku tetep nunggu ada yang bahas tentang aries sih…
???
Berarti dirimu terjebak baca tulisan ini dong ya karena ternyata ga bahas zodiak samsek hahaha 😀
DUlu lumayan agak2 suka baca zodiak tapi sekarang hampir gak pernah cuma kalau ada yang nulis tetap suka baca
Iya sekedar buat fun aja ya Mbak Non 🙂
Hahahaa aku dulu juga begitu 😀
[…] di tulisan yang ini kalau saya cerita suka keras terhadap diri sendiri? Alhamdulillah sekarang saya sudah lebih selow. […]